HBL, Fahrun Rizaldi, Hapzi Ali, Resolusi Sengketa, Universitas Mercu Buana
tidak ditemukan definisi litigasi secara
eksplisit di peraturan perundang-undangan. Namun, Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU
Arbitrase dan APS”) berbunyi:
“Sengketa atau beda
pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif
penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan
penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.”
mengatakan bahwa secara konvensional, penyelesaian sengketa
dalam dunia bisnis, seperti dalam perdagangan, perbankan, proyek pertambangan,
minyak dan gas, energi, infrastruktur, dan sebagainya dilakukan melalui proses
litigasi. Dalam proses litigasi menempatkan para pihak saling
berlawanan satu sama lain, selain itu penyelesaian sengketa secara litigasi
merupakan sarana akhir (ultimum remidium) setelah alternatif
penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil. (Dr. Frans Hendra
Winarta, S.H., M.H. Hukum Penyelesaian Sengketa (hal. 1-2))
Hal serupa juga dikatakan oleh Rachmadi Usman, S.H.,
M.H. dalam bukunya Mediasi di Pengadilan(hal. 8), bahwa
selain melalui pengadilan (litigasi), penyelesaian sengketa juga dapat
diselesaikan di luar pengadilan (non litigasi), yang lazim dinamakan
dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) atau Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
Dari hal-hal di atas dapat kita ketahui bahwa litigasi itu
adalah penyelesaian sengketa antara para pihak yang dilakukan di muka
pengadilan.
Menurut Pasal 1 angka 10 UU Arbitrase dan APS, Alternatif
Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat
melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau
penilaian ahli.
Arbitrase sendiri
adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa (Pasal 1 angka 1 UU Arbitrase dan APS).
Frans Winarta dalam bukunya (hal. 7-8) menguraikan pengertian
masing-masing lembaga penyelesaian sengketa di atas sebagai berikut:
a. Konsultasi:
suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak tertentu (klien)
dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, dimana pihak konsultan
memberikan pendapatnya kepada klien sesuai dengan keperluan dan kebutuhan
kliennya.
b. Negosiasi:
suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses pengadilan
dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih
harmonis dan kreatif.
c. Mediasi:
cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh
kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.
d. Konsiliasi:
penengah akan bertindak menjadi konsiliator dengan kesepakatan para pihak
dengan mengusahakan solusi yang dapat diterima.
e. Penilaian
Ahli: pendapat para ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis dan sesuai
dengan bidang keahliannya
Akan tetapi dalam perkembangannya, ada juga bentuk penyelesaian
di luar pengadilan yang ternyata menjadi salah satu proses dalam penyelesaian
yang dilakukan di dalam pengadilan (litigasi). Kita ambil contoh mediasi. Dari
pasal tersebut kita ketahui bahwa mediasi itu adalah penyelesaian di luar
pengadilan, akan tetapi dalam perkembangannya, mediasi ada yang dilakukan di
dalam pengadilan.
dengan diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, sebagai pengganti Peraturan Mahkamah
Agung No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, maka setiap
perkara perdata tertentu yang akan diadili oleh hakim pengadilan dalam
lingkungan peradilan umum dan peradilan agama diwajibkan terlebih dahulu untuk
menempuh prosedur mediasi di pengadilan. Rachmadi Usman, (Ibid, hal.
vii-viii)
Lebih lanjut, Rachmadi Usman, sebagaimana ia kutip dari naskah
akademis yang dibuat oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan
Mahkamah Agung Republik Indonesia, mengatakan bahwa sebenarnya lembaga
mediasi bukanlah merupakan bagian dari lembaga litigasi, dimana pada
mulanya lembaga mediasi berada di luar pengadilan. Namun sekarang ini lembaga
mediasi sudah menyeberang memasuki wilayah pengadilan. Negara-negara maju pada
umumnya antara lain Amerika, Jepang, Australia, Singapore mempunyai lembaga
mediasi, baik yang berada di luar maupun di dalam pengadilan dengan berbagai
istilah antara lain: Court Integrated Mediation, Court Annexed
Mediation, Court Dispute Resolution, Court Connected ADR, Court Based
ADR, dan lain-lain.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa arbitrase,
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli merupakan
alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Artinya, bukan merupakan
bagian dari lembaga litigasi meskipun dalam perkembangannya adapula yang
menjadi bagian dari proses litigasi, seperti mediasi yang dilakukan di
pengadilan. Sedangkan yang dimaksud dengan litigasi itu sendiri adalah
penyelesaian sengketa antara para pihak yang dilakukan di muka pengadilan.
dari
perusahaan industri yang saya amati. perusahaan tersebut menggunakan cara
negosiasi terkait penyelesaian sengketa dengan pekerjanya
pengertian Negosiasi
(negotiation) adalah proses tawar-menawar dengan jalan berunding guna mencapai
kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak
(kelompok atau organisasi) lain. Negosiasi juga diartikan suatu cara penyelesaian
sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak yang berperkara.
Sementara itu, yang
harus diperharikan bagi para pihak yang melakukan perundingan secara negosiasi
(negotiation) harus mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan dengan
damai. (claudiapaskah, 2011)
permasalahan sengketa
di perusahaan industri sbb:
1. Karyawan berhalangan masuk dikarenakan sakit
yang berkepanjangan akan tetapi tidak lebih dari 12 bulan;
2. Karyawan berhalangan masuk karena menjalankan
kewajiban terhadap Negara sesuai ketentuan yang berlaku;
3. Karyawan menjalankan ibadah yang diperintahkan
oleh Agama;
4. Karyawan menikah;
5. Karyawan (wanita) hamil, melahirkan, gugur
kandungan atau menyusui bayinya;
6. Karyawan mendirikan atau melakukan kegiatan
Serikat Pekerja atau sejenis dalam jam kerja sesuai yang diatur dalam
Kesepakatan Pengusaha dan Serikat Pekerja;
7. Karyawan mengadukan Pengusaha kepada yang
berwajib karena tindakan Pidana yang dilakukan Pengusaha;
8. Karena perbedaan paham agama, aliran
politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi pisik dan
karena status perkawinan;
9. Karyawan menderita sakit yang disebabkan oleh
kecelakaan kerja dan waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan oleh Dokter;
pada perusahaan
industri yang saya amati perwakilan perusahan maupun pekerja melakukan
negoisasi dengan cara membuat kontrak yang telah disepakati seusai dengan
undang undang yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Peraturan Mahkamah
Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Frans
Hendra Winarta. 2012. Hukum Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Sinar Grafika.
Rachmadi
Usman. 2012. Mediasi di Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.
claudiapaskah, 2011, https://claudiapaskah.wordpress.com/2011/05/17/bab-12-penyelesaian-sengketa/
( diakses 10 maret 2018 20:10)
Komentar
Posting Komentar